Semester 6,
tanpa disadari aku hampir 3 tahun menindih bangku cokelat bekas pantat
orang-orang hebat. Ruang ber-AC kadang membuatku terlalu nyaman dan lupa akan
asal, bahwa aku hanya seorang ndeso
yang dengan keberuntungan tingkat dewa bisa bertemu calon-calon dewa.
Tugas-tugas kecil dari dosen kadang terlalu menyibukkanku hingga tak sempat
tidur untuk bermimpi tugas besar sebagai seorang mahasiswa. Aku terlalu sering
diadili karena tanggungjawab-tanggungjawab kecil tanpa sekalipun ditanyai
tanggungjawab besar sebagai seorang mahasiswa. Haha lupakan saja mengenai
keluhan-keluhan kecilku tadi, jangan sampai keluhan-keluhan itu membuatku lupa
dengan keluhan berjuta pasang mata tanpa harap disekitar istana penyamun.
Aku adalah
pengamat yang tak terlalu baik, tapi mata julingku ini masih dengan jelas
melihat tengadahan tangan, dengan jelas pula melihat kemegahan raja dan ratu
kampus yang berlari angkuh melindas gundukan harapan di sepanjang jalan-jalan
berlubang. Aku juga seorang pendengar yang baik, telinga sempitku masih mampu
menangkap rintih-rintih kaum ibu yang membanting harga untuk susu dan makan
anaknya. Aku juga masih sanggup mendengar lantunan puisi para pencuri dari
stasiun televisi yang sibuk memperkaya diri. Haha lupakan saja semua
curhatanku, bahkan aku jarang mendengar curhatan kawanku sendiri.
Kadang aku
heran, para petinggi-petinggi itu terlalu berharap banyak pada
mahasiswa-mahasiswa sepertiku. Mereka berharap aku dan generasiku akan mengubah
nasib kaumnya. Sedang aku dan geneasiku juga berharap mereka mampu terbitkan
kebijakan ampuh untuk hapus ribuan keluh dari jutaan buruh. Kami saling
melempar tanggungjawab tanpa ada yang menangkap, haha bola akan mudah disergap
oleh bule-bule bejat yang akan membuat kita semakin melarat.
Hah, entahlah.
Aku ingin fokus pada diriku, keluargaku dan karirku. Semoga suatu saat aku bisa
berbuat untuk “kita” tanpa melupakan “mereka”.
0 komentar:
Posting Komentar